Sepuluh September Dua Ribu Tiga Belas



Mengawali hari dengan sebuah senyuman.
Membawa ransel seperti hari kemarin.
Dan memulai hari kedua dengan semangat.
Semangat? Ada apa gerangan?

   Dengan sarapan nasi goreng buatan nenek, dan secangkir teh, aku memulai hari kedua sebagai mahasiswa. Tidak lupa aku mengucap syukur untuk malam yang indah dan berharap hari ini lebih baik dari kemarin.
   "Nek, aku pergi kuliah dulu ya. Nenek jangan kerja terus, nanti sakit. Setelah pulang kampus, aku bantuin nenek beres-beres rumah.
   "Iya, pulangnya jangan kelamaan ya. Hati-hati dijalan."
Aku berjalan menuju pagar rumah dan membuka pagar perlahan-lahan. "Aku pergi ya nek", teriak aku sambil melambaikan tangan ke belakang.

   Berjalan kaki kurang lebih 2 km sambil membawa ransel yang cukup berat, lalu dilanjutkan lagi naik angkutan kota bernomorkan angka 24 didepan Alfamart dekat KUA. Duduk dibelakang sambil merangkul ranselnya. Bersiul-siul dan bergoyang-goyang karena banyak sekali polisi tidur yang dilewati untuk menuju kampus. Supir angkot yang sudah berlabel SNI, mengemudi dengan lihai nya. Belok kanan, belok kiri, menghindari mobil dan motor. Dipacunya mobil dengan cepat.
   "Ah, macet lagi. Woi, buruan woi!", teriak supir angkot karena ada kemacetan didaerah depan kampus Syahdan.
   "Sabar pak, sabar.", kata salah seorang penumpang.
Lalu aku bergegas turun dari angkot dan membayar sebesar tiga ribu rupiah. Memakai kembali ransel yang tadiku pangku ketika diangkot dan berjalan menuju kampus Anggrek.

   Memasuki gedung kampus "Anggrek" yang besar dan luas dengan tidak ada lagi kebingungan, tidak seperti kemarin. Dia langsung menuju pintu ajaib yang bisa terbuka sendiri. Iya, maksudku lift. Memasuki lift dengan tergesa-gesa karena waktu sudah menunjukkan pukul 07.30.
   "Ah, terlambat 10 menit lagi. Telat lagi, telat lagi." kataku dalam hati.
Lalu dia memencet angka 5 dipinggir pintu lift. Angka 5? Apaan itu? Itu maksudnya aku ingin keluar dilantai 5. Kemudian aku menuju ruanganku yang kemarin, 510. Ketika aku tiba didepan kelas, ternyata kelas itu terkunci dan kosong.
   "Kemana semua ini? Kok kosong? Libur?" kataku.
Oh iya, aku baru ingat, ternyata aku harus mampir terlebih dahulu untuk sebuah pengarahan diruang Auditorium lantai 4. Lalu aku bergegas lari menuju ruang itu. Ruangan itu penuh oleh para mahasiswa baru. Aku duduk dibarisan paling belakang, karena hanya barisan itu yang masih kosong.

   Setelah dari ruang auditorium, kami semua pergi menuju kelas masing-masing, kelas yang tadi aku datangi ternyata kosong. Iya, kelas 510. Sesampai dikelas, aku duduk bersebelahan dengan Erikson (lagi) dan juga tidak jauh dari Sabrinah (Gi, please napa gi, jangan bawa-bawa gue sama Sabrinah mulu. Malu gue. - Kata Erikson kepadaku).
   "Selamat pagi semua!". teriak seseorang pria berjaket sambil memegang microphone ditangannya.
Ternyata itu dosen yang membimbing kita untuk sehari ini.
   "Nama saya, Muhammad Dana. Nomor dosen saya D4833." katanya sambil menulis dipapan tulis.

   Saat dia menerangkan pengarahan tentang awal perkuliahan, mataku terarah menuju perempuan dengan rambut panjang nan halus. Namanya? aku belum tau. Lalu dosen itu menyuruh kita untuk memperkenalkan diri supaya lebih dekat. Giliran perempuan itu, dia memperkenalkan diri. Ternyata nama dia "*****". Hmm.. (cuma terpesona saja). Dosen itu terhalangi oleh kepalanya, secara tidak langsung, aku selalu melihat kepalanya, eh maksudnya rambutnya (jiaaahhh -_-).
   "Haha, foto lo lucu banget haha. Foto lu yang di Line kemarin. Hahhaha", teriak kata seorang temanku, wowo, itu nama panggilannya.
   "Ah, lu jangan gitu donk fa. (Fa? Nama aslinya itu Rafa, tapi aku juga bingung kenapa bisa dipanggil wowo). Lu bukan temen gue lagi! Awas aja lu!", teriak perempuan itu.
   "Hahahahahaha, hahahahaha!", teriak Erikson dan aku terbahak-bahak.
   "Gi, nanti kita cari Line dia yuk, gue pengen lihat fotonya", bisik Erikson padaku.
   "Yaudah, emang lu punya Line son?
   "Gak ada gi, hahahaha", teriak Erikson layaknya anak autis.

   "Kabar si Sabrinah, gimana son?", aku mengalihkan pembicaran.
   "Please gi, jangan bawa-bawa nama Sabrinah mulu, Malu gue. Gue kan udah punya cewek"
   "Yaelah, lu kan LDR son. Emang lu yakin kalo cewek lo setia sama lo?", kataku sambil tersenyum.
   "Wah elah gi, pikiran lo. Tapi, bener juga sih ya. Haha."
   "Eh, tapi gue gak mau jadi PHO. (PHO? Perusak Hubungan Orang - kata temanku yang mengaku anak gaul)."
   "Yaudah, tuh lu tau!"
Tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 13.00, waktunya untuk mengakhiri hari kedua dikampus. Tidak seperti kemarin, hari ini aku keluar ruangan bersama Erikson. Lalu kita turun Lift, dan..
   "Gi, please gi. Jangan sebut-sebut gue sama Sabrinah di blog lu yah. Please gi."
   "Iya son, iya, Tenang aja", kataku. (Iya-in aja, biar cepat diam. Haha)
Sesampai dilantai 1.
   "Gue duluan ya son, pengen nongkrong sambil Wifian gratis dulu. Haha", teriakku sambil meninggalkan Erikson.
   "Yaudah, ingat yang tadi ya gi.", teriak Erikson sambil mengepalkan tangannya.

   Seperti kemarin, aku nongkrong ditempat yang sama, kerjaan yang sama, tapi dengan pesanan yang beda. Pesanan kali ini lebih murah dari kemarin. Aku cuma memesan mocca float, cuma seharga 5500, aku nongkrong, online dengan wifi gratis dan lumayan cepat selama 2 jam. Lumayan lah buat kantong mahasiswa seperti ku.
*ssluurrrpppp.. aaahhh*
*sluuurrrppppp..*
"Minuman ini harus bisa bertahan selama 2 jam kedepan", kataku pada gelas plastik yang bernama Mocca Float setelah meminumnya.

-Egi Jonathan-

Copyright © 2009 Egi Jonathan All rights reserved. Theme by Laptop Geek. | Bloggerized by FalconHive.